Quote:
Dikarenakan banyak issu kiamat akhir2 ini brur, ane coba mau
sharing dari referensi yg pernah ane baca di blognya pak rovicky
(dongeng geologi, yg merupakan tulisan dari Pak Awang. H. Satyana... Memang Puanjang skali tulisannya (itupun udah banyak yg ane edit dan sederhanakan), Tapi sangat layak untuk disimak, cekidot : |
Quote:
Kepunahan massal (mass extinction) bumi yg paling populer adalah diungkapkan oleh Walter dan Luis Alvarez, pasangan anak-bapak (anaknya ahli geologi, bapaknya ahli fisika). Yaitu mengenai teori kepunahan Dinosaurus 65Ma (Million years ago) atau pada akhir zaman kapur, karena tabrakan komet/asteroid. Teori ini dibuktikan dengan adanya kawah benturan (impact crater) berumur 65 Ma ditemukan terkubur di Semenanjung Yucatan Mexico yang disebut Kawah Chicxulub. Berdasarkan lebar kawah Chicxulub, ditaksir komet/asteroid pemusnah kaum dinosaurus itu berdiameter 10 km.
Karena munculnya teori itu, maka banyak teori2 periode kepunahan massal yang dihubungkan dengan benturan benda angkasa/extra-terrestrial impact.
Apakah kepunahan massal dinosaurus itu adalah yg terbesar?? >>
Ternyata tidak. Kepunahan pada 251 Ma (ujung masa Paleozoikum/ujung Permian) adalah kepunahan terbesar yang menghapus 90 % penghuni lautan dan 70 % penghuni daratan bahkan sampai sekecil serangga pun. Apakah kepunahan Permian ini juga akibat asteroid impact ? Peter Ward, profesor biology-earth and space sciences dari University of Washington melaporkan penemuan baru tentang kepunahan masal terbesar di ujung Permian ini (Scientific American, Oktober 2006, p. 42-49).
Para ilmuwan2 telah mengambil sampel biomarker, yaitu merupakan sampel molekuler kimiawi organism yg telah punah.Biomarker ini merupakan kunci ke pengetahuan kondisi seperti apa yang terjadi di Bumi pada saat kehidupan suatu organisme berlangsung. Para ilmuwan tersebut mendapatkan kejutan bahwa data dari periode2 kepunahan massal selain periode kepunahan dinosaurus, selalu menunjukkan kondisi lingkungan yang menunjukkan bahwa lautan2 purba telah beberapa kali berada pada kondisi kandungan oksigen yang sangat rendah (anoxia). Bersamaan dengan kondisi ini ditemukan biomarker dalam jumlah besar berupa green sulfur bacteria yang bisa melakukan fotosintesis. Pada zaman sekarang, bakteri sejenis itu ditemukan berupa green-purple sulfur bacteria di tempat2 dalam laut stagnant seperti Laut Hitam yang mengoksidasi H2S sebagai sumber energinya dan mengubahnya menjadi belerang. Gas H2S adalah gas beracun bagi banyak makhluk hidup. Kelimpahan bakteri ini pada periode2 kepunahan massal yang seperiode dengan turunnya kandungan oksigen secara ekstrim telah membuka wawasan baru tentang penyebab kepunahan masal.
Selain extra-terrestrial impact,teori kepunahan karena volkanisme juga sangat populer. Volkanisme bisa meningkatkan CO2 di atmosfer, mengurangi kadar oksigen, dan menyebabkan global warming.
Apa hubungannya dengan kepunahan massal besar ini??>>
Kuncinya ternyata ada di biomarker. Biomarker dari batuan sediments laut berumur ujung Permian dan juga dari batuan *Trias akhir (*zaman setelah Permian) menghasilkan bukti kimia tentang adanya suatu kelimpahan yang luar biasa bakteri pengkonsumsi H2S di lautan-lautan Permian dan ujung Trias. Karena mikroba ini hanya dapat hidup di lingkungan yang bebas oksigen (an-aerob) tetapi tetap membutuhkan cahaya Matahari untuk melakukan fotosintesis, keberadaan bakteri ini di suatu lapisan batuan Permian mengindikasikan bahwa lingkungan laut pada saat itu adalah juga suatu marker yang menunjukkan laut tanpa oksigen tetapi kaya H2S.
Di lautan-lautan sekarang, keterdapatan oksigen dan H2S terjadi dalam keadaan setimbang.
Di kawasan H2S yang beracun ini hidup organisme pencinta H2S tetapi pembenci oksigen. Hal yang unik, karena sirkulasi air, oksigen berdifusi ke bawah, sedangkan H2S berdifusi ke atas, akhirnya lapisan oksigen dan lapisan H2S bertemu di tengah di suatu level yang disebut “chemocline” yang bisa setimbang, tetapi bisa juga terganggu.Gangguan atas batas chemocline ini bisa berakibat dahsyat dan inilah yang terjadi di ujung Permian yang menyebabkan kepunahan masal yang paling besar dalam episode sejarah Bumi.
Perhitungan oleh dua ahli geologi dari Pennsylvania State University : Lee Kump dan Mike Arthur menunjukkan, apabila level oksigen drop di lautan, kondisinya akan sangat menguntungkan bakteri an-aerob dari tempat dalam, yang akan menghasilkan sejumlah besar gas H2S.
Dalam perhitungannya, bila konsentrasi H2S laut dalam ini melampaui batas kritis selama periode oceanic anoxia (laut miskin oksigen), maka lapisan chemocline akan mengerucut ke atas (seperti gejala water coning) dan akhirnya semburan gas H2S beracun dari tempat dalam akan masuk ke atmosfer.>>
Studi Kump dan Arthur menujukkan bahwa pada penghujung Permian telah terjadi toxic H2S gas upwelling (pengerucutan keatas) yang telah menyebabkan kepunahan di daratan dan lautan.
Kemudian, model yang dibangun oleh Pavlov dari University of Arizona menunjukkan bahwa semburan H2S Permian ini telah merobek lapisan ozon Bumi pada Permian sehingga radiasi ultraviolet (UV) yang mematikan menerobos masuk membunuh setiap makhluk hidup di daratan dan lautan. Bukti terhadap model ini datang dari fosil spora berumur ujung Permian di Greenland, yang menunjukkan deformitas (perubahan bentuk) akibat exposure terhadap high level of UV.
Kump dan Arthur menghitung bahwa jumlah gas H2S yang memasuki atmosfer di ujung Permian itu 2000 kali lebih banyak daripada yang dierupsikan oleh semua gunungapi2 sekarang….ck ck ck….Efek mematikan H2S meningkat seiring naiknya temperatur, bila pada saat yang sama terjadi greenhouse effect dan global warming, maka permusnahan akan semakin efektif !
Urutan model pemusnahan dengan cara ini adalah sebagai berikut :
(1) kegiatan volkanik yang meningkat melepaskan CO2 dan metan ke atmosfer,
(2) rapid global warming,
(3) laut yang menghangat akan mengurangi daya serap oksigen dari atmosfer ke laut,
(4) terjadi kekurangan oksigen – anoxia di lautan,
(5) keadaan anoxia akan mengganggu kesetimbangan chemocline – chemocline yang semula datar menjadi mengerucut dengan kolom dissolved oxygen berkurang sedangkan dissolved H2S meningkat, terjadi H2S upwellling,
(6) green & purple sulfur bacteria berlimpah sementara mahkluk lautan yang bernafas dengan oksigen musnah akibat hilangnya oksigen dan naiknya gas H2S yang beracun,
(7) gas H2S yang menyembur membunuh makhluk daratan,
(8) gas H2S naik terus ke atmosfer dan akhirnya merobek perisai ozon,
(9) radiasi UV menerobos via celah di perisai ozon membunuh kehidupan di Bumi yang masih tersisa,
(10) kepunahan masal.
Mekanisme pemusnahan kehidupan seperti di Permian dan Triassic telah terjadi, apakah kelak bisa terjadi lagi ?
Kepunahan hebat pada ujung Permian terjadi pada saat kadar CO2 di atmosfer telah mencapai sekitar 3000 ppm, kadar CO2 di atmosfer kita sekarang berada pada 385 ppm.
Apakah kita tidak perlu takut ?
Tunggu dulu, salah satu periode kepunahan yg terjadi yaitu pada ujung Triassic (200Ma) terjadi pada saat CO2 di level 1000 ppm, dan CO2 kita sekarang meningkat 2-3 ppm setiap tahun. Bila dihitung secara linier peningkatan itu akan kita temukan bahwa pada tahun 2200 nanti kadar CO2 di atmosfer kita bisa mendekati 900 ppm –suatu kondisi yang sangat bisa mendorong keadaan stress anoxia di lautan dan rentetan efek2 mematikan berikutnya seperti ditulis di atas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar